Konflik tak selamanya menggunakan otot dalam sebuah bentuk pertarungan, tetapi ternyata perang pemikiran tak kalah berbahaya dampaknya dibanding dengan bentuk perang lainnya. Karena terjadinya sebuah konflik berdarah antar sekte tak lepas dimulai dari sebuah bentuk perang pemikiran terlebih dahulu. Sehingga keberadaan perang pemikiran tak dapat dianggap remeh keberadaannya, apalagi mengingat perang pemikiran tak lepas dari sebuah bentuk pertarungan strategi dengan melalui olah pikir, untuk melakukan berbagai upaya mewujudkan hasil semaksimal mungkin, tentunya paradigma pemikiran dijadikan alat dalam melakukan sebuah upaya pertarungan.
Sebenarnya setiap agama tak lepas dari sebuah bentuk perang pemikiran, apabila mengingat sebuah pemikiran umat manusia yang terus mengalami bentuk perkembangan dari kurun waktu ke waktu. Berangkat dari sinilah berarti sama dengan pemikiran umat manusia di dalam memberikan tentang pemahaman agama juga akan terus mengalami sebuah perkembangan sesuai dengan zaman ke zaman, dan tentunya semua dibarengi dari sebuah kondisi bentuk perang pemikiran yang terjadi di tengah-tengah realita kehidupan para pemikir ke-Islaman.
Kalau melihat dari pemahaman antar sekte tentang perbedaan dalam memberikan sebuah pemahaman tentang ajaran agama Islam. Sebenarnya perbedaan merupakan sebuah rahmat besar bagi umat manusia yang mampu memahami perbedaan dengan mengedepankan falsafah "tepa selira", tetapi kalau perbedaan pemikiran yang bermuara pada keyakinan tak dapat dicari titik terang dalam mengambil sebuah kesimpulan, untuk lebih mengedepankan tentang saling menghargai antar sekte satu dengan sekte lainnya. Maka berangkat dari sinilah berawal dari perang pemikiran antar sekte dapat berubah menjadi perang sekte dengan menempuh jalur kekerasan yang tak dapat dihindarkan ditengah-tengah realita kehidupan umat muslim secara universal.
Ketika terjadi perang pemikiran antar sekte Islam yang bermuara pada perang olah fisik, tentunya sangat disayangkan di dalam kehidupan umat muslim, apabila dari perang pemikiran menjadi sebuah tragedi berdarah. Maka dengan jalan mengedepankan tepa selira dengan berpangkal pada kearifan lokal, sebagai jalan upaya, untuk meredam perang pemikiran yang bermuara pada perang olah fisik, supaya umat muslim tetap dalam kondisi aman, tenteram, dan damai dalam memahami perbedaan pemikiran tentang amalan saat menjalankan sebuah ajaran agama Islam.
Perang pemikiran dengan perbedaan pemahaman di berbagai sekte Islam pernah terjadi. Bahkan sejarah besar pernah mencatat tentang perang pemikiran antar sekte di dalam tubuh Islam, dikenal dengan pertarungan tiga sekte besar, untuk mempertahankan sebuah gagasan pemikiran yang bermuara pada keyakinan. Semua tak lepas dari perbedaan pemikiran antar sekte di dalam menerjemahkan tentang sebuah ajaran agama Islam, dan pada akhirnya terjadi tarik ulur dan ingin memenangkan dalam sebuah pertarungan pemikiran, tetapi sangat disayangkan setelah perbedaan pemikiran tak ada ujung pangkalnya. Maka berlanjut menuju perang fisik yang memakan tak sedikit korban, baik nyawa maupun harta tak dapat dihindarkan ditengah-tengah realita kehidupan umat muslim pada saat itu.
Perang pemikiran antar sekte yang bermuara pada perang fisik pernah terjadi di dalam tubuh agama Islam. Bahkan akhirnya pertumpahan darah tak dapat dihindarkan, terjadinya sebuah peristiwa tersebut, pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, dan pada saat itu ada tiga sekte besar yang ikut andil dalam perang antar sekte, yaitu: Syi'ah, Khawarij, Murji'ah. Sehingga dengan adanya tiga sekte besar tersebut, akhirnya menimbulkan sebuah kejadian musibah perang yang mengakibatkan pertumpahan darah tak terelakkan, dan selanjutnya membuat dunia ke-Islaman terjebak dalam perang sesama umat muslim, untuk berupaya mempertahankan sebuah keyakinan sekte yang dianggap benar di dada para penganutnya.
Dengan kejadian perang sekte pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib merupakan sebuah cikal bakal lebih banyak lagi tumbuh-berkembangnya berbagai sekte ke-Islaman, untuk mengajarkan sebuah keyakinan di dada para penganutnya dalam mempertahankan sebuah pemikiran yang bermuara pada sebuah bentuk keyakinan.
Dari perang sekte pada masa kekhalifahan Ali bin Abi Thalib dapat diambil sebuah hikmah besar, bahwa perang dengan menempuh jalan kekerasan, bukanlah jalan yang arif dan bijaksana dalam mengambil sebuah sikap saat menghadapi sebuah perbedaan tentang pemikiran, tetapi jalur musyawarah harus berada di garis depan, untuk mencari titik terang dalam menghadapi segala perbedaan pandangan tentang berbagai pemikiran ajaran agama Islam..
Konflik pemikiran antar sekte Islam, sudah seharusnya di sikapi dengan cara lemah lembut, bukan dengan jalan bentuk kekerasan, apalagi mengingat perbedaan pemikiran merupakan bagian dari sebuah rahmat besar, apabila umat muslim dapat mencapai sebuah bentuk ajaran yang terkandung di dalam firman dan sabda saat menyikapi, terjadinya berbagai perbedaan tentang pemikiran antar sekte Islam.
Sedangkan perang pemikiran antar sekte Islam di abad masa kini, ternyata lebih cenderung mengarah pada isu yang sangat urgen di berbagai gerakan sekte Islam, baik dari sekte Islam yang ingin memurnikan Islam, sekte yang ingin memadukan ajaran Islam dengan realita kehidupan masyarakat setempat, dan juga sekte yang ingin membawa Islam menuju sebuah perubahan yang sesuai dengan kondisi zaman.
Keberadaan pemikiran sekte masa kini tentang memurnikan Islam merupakan sebuah gerakan dengan bermuara pada segala kehidupan manusia, sudah seharusnya berdasarkan dengan Al-Qur'an dan Hadits. Berangkat dari sinilah gerakan pemurnian Islam cenderung mengarah pada paradigma pemikiran yang berupaya merubah realita kehidupan masyarakat yang sesuai dengan firman dan sabda.
Begitu juga dengan sekte yang ingin memadukan ajaran Islam dengan realita kehidupan masyarakat setempat, bahwa khazanah ke-Islaman dapat dituangkan dengan berbagai aspek realita kehidupan masyarakat secara kafah. Sehingga dapat terjadi sebuah paradigma pemikiran tentang ke-Islaman yang berupaya mewujudkan sebuah pemikiran tentang nilai-nilai ke-Islaman, supaya dapat menjadi kekuatan di dalam budaya masyarakat setempat, dan dikenal dengan istilah: "berpangkal pada kearifan lokal, bertumpu pada nilai-nilai ajaran agama Islam".
Sedangkan sekte yang ingin membawa Islam menuju sebuah perubahan yang sesuai dengan kondisi zaman, tentunya berupaya melakukan rekonstruksi ulang tentang khazanah ajaran agama Islam, supaya dapat menjadi pendorong menuju sebuah perubahan zaman, dan pastinya antara ajaran agama Islam dengan zaman dapat terjadi sebuah sinergi yang saling menguatkan antar satu sama lainnya.
Ketiga sekte Islam masa kini di atas, telah menjadi sebuah bentuk perang pemikiran yang terus terjadi dari kurun waktu ke waktu yang tak pernah kapan berakhirnya, tetapi kalau perbedaan pemikiran dapat ditunjang dengan menjunjung tinggi sebuah bentuk tenggang rasa dan saling menghargai antar sekte Islam. Insya Allah, perdamaian dan rahmat dapat tercapai dengan indah.
Hai manusia, sungguh kami telah ciptakan kamu dari jenis laki-laki dan perempuan, dan kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan berpuak agar kamu saling mengenal. Sungguh yang termulia di sisi Allah di antaramu adalah yang paling takwa. Allah Maha Mengetahui dan Maha teliti. (QS. Al-Hujarat [49]: 13).
No comments:
Post a Comment