Wednesday, 24 August 2011

Dukung Situs Jejaring Indonesia



Hitungan hari kehari makin marak saja jejaring sosial dari luar negeri membanjiri dunia maya, khususnya masyarakat Indonesia yang menjadi pasar terbesar sebagai predikat pengguna jejaring sosial.



Sebuah kabar yang baik ketika masyarakat Indonesia sudah mulai mengenal dunia maya, bahkan dari desa maupun perkotaan sudah menggunakannya, tetapi kalau hanya sebagai konsumen terbesar tentunya akan menjadi ironis, sebab sebagai bangsa yang besar tidak seharusnya hanya sebagai obyek belaka, tetapi mampu berperan aktif juga sebagai subyek perubahan.



Lahirnya jejaring sosial buatan Indonesia merupakan sesuatu yang di nantikan untuk mampu menunjukkan eksistensi diri, walau tentunya masih banyak kekurangan apabila dibanding sekelas facebook, twitter dan sejenisnya yang sudah punya nama besar di kancah dunia maya, tetapi hadirnya beberapa jejaring sosial Indonesia paling tidak mampu memberi warna dan mampu menunjukkan bahwa anak bangsa juga dapat membuat jejaring sosial walaupun masih banyak kekurangan di sana-sini.



Hadirnya jejaring sosial Kiber merupakan salah satu warna perkembangan jejaring sosial Indonesia yang saat ini makin marak saja, tetapi team kami sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan fitur maupun aplikasi didalamnya, sehingga saat ini terus berupaya membangun secara maksimal, agar kedepannya dapat lebih baik.


Keberadaan Jejaring sosial Kiber (www.kitaberbagi.com) merupakan buatan anak bangsa yang saat ini masih terus berproses untuk mengembangkan karya sebaik mungkin.



Tulisan singkat ini kami tutup dengan ucapan terima kasih banyak yang sudah bergabung di jejaring sosial buatan Indonesia.

Gabung di Situs Jejaring Indonesia



Hitungan hari kehari makin marak saja jejaring sosial dari luar negeri membanjiri dunia maya, khususnya masyarakat Indonesia yang menjadi pasar terbesar sebagai predikat pengguna jejaring sosial.



Sebuah kabar yang baik ketika masyarakat Indonesia sudah mulai mengenal dunia maya, bahkan dari desa maupun perkotaan sudah menggunakannya, tetapi kalau hanya sebagai konsumen terbesar tentunya akan menjadi ironis, sebab sebagai bangsa yang besar tidak seharusnya hanya sebagai obyek belaka, tetapi mampu berperan aktif juga sebagai subyek perubahan.



Lahirnya jejaring sosial buatan Indonesia merupakan sesuatu yang di nantikan untuk mampu menunjukkan eksistensi diri, walau tentunya masih banyak kekurangan apabila dibanding sekelas facebook, twitter dan sejenisnya yang sudah punya nama besar di kancah dunia maya, tetapi hadirnya beberapa jejaring sosial Indonesia paling tidak mampu memberi warna dan mampu menunjukkan bahwa anak bangsa juga dapat membuat jejaring sosial walaupun masih banyak kekurangan di sana-sini.



Hadirnya jejaring sosial Kiber merupakan salah satu warna perkembangan jejaring sosial Indonesia yang saat ini makin marak saja, tetapi team kami sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan fitur maupun aplikasi didalamnya, sehingga saat ini terus berupaya membangun secara maksimal, agar kedepannya dapat lebih baik.


Keberadaan Jejaring sosial Kiber (www.kitaberbagi.com) merupakan buatan anak bangsa yang saat ini masih terus berproses untuk mengembangkan karya sebaik mungkin.



Tulisan singkat ini kami tutup dengan ucapan terima kasih banyak yang sudah bergabung di jejaring sosial buatan Indonesia.

Menggugat Eksistensi Ijazah







Banyak para pelajar Berbondong-bondong menempuh pendidikan tinggi dengan tujuan mendapatkan ijazah, karena mereka mempunyai anggapan bahwa ijazah merupakan simbol kesuksessan, bahkan ada yang berasumsi bahwa ijazah merupakan tolak ukur kepandaian seseorang, namun benarkah anggapan seperti itu?........lepas dari anggapan benar atau salah, kita mencoba tengok sistem pemerintahan negeri kita dalam merekrut kepegawaian dan cara perusahaan di negeri kita dalam menerima tenaga kerja, ternyata semua tidak lepas dari keberadaan ijazah.


Melihat realitas diatas menimbulkan pola pikir pelajar di negeri kita yang cenderung instan dalam belajar, sehingga para pelajar cenderung mengejar ijazah sebagai syarat menempuh birokrasi pemerintahan maupun perusahaan yang ada di dalam negeri, bahkan lebih dari itu jual beli ijazah mulai dari S1 sampai S3 terjadi dimana-mana, karena tidak lain dan tidak bukan ijazah sudah menjadi simbol keberhasilan pendidikan dinegeri kita, lalu yang menjadi pertanyaan apakah salah pola pikir pelajar di negeri kita yang cenderung mengejar ijazah?....Sebenarnya pola pikir para pelajar di negeri kita mengedepankan ijazah merupakan hal yang sangat wajar, mengingat budaya di negeri kita yang cenderung memilih simbol di banding kwalitas seseorang dalam melakukan suatu ketepatan dalam bekerja.


Fakta budaya pendidikan di negeri kita lebih cenderung memilih simbol di banding kwalitas dan ini merupakan sesuatu yang sangat memprihatinkan, namun semua itu sudah menjadi budaya masyarakat di negeri kita. di karenakan sistem pemerintahan kita yang cenderung memilih dari segi simbol, di banding kwalitas dalam perekrutan pegawai di pemerintahan maupun kepegawaian di lembaga perusahaan swasta, inilah yang harus menjadi perhatian pemerintah dalam mengubah persepsi tentang sebuah simbol, bahwa kita seharusnya mendahulukan kwalitas di banding simbol belaka.


Keberadaan ijazah merupakan simbol keberhasilan para pelajar, sehingga dengan pola pikir demikian sudah dapat di pastikan budaya instan sangat kental di tengah-tengah pelajar kita yang lebih mementingkan simbol di banding kwalitas diri dalam mempersiapkan menyongsong masa depan, dikarenakan tuntutan yang sudah membudaya di negeri kita, tentu anggapan seperti itu sudah mengakar dalam nafas kehidupan para pelajar di negeri kita.


Pertanyaan terakhir mampukah pelajar kita menghilangkan ketergantungan dari simbol berupa ijazah?.........Pertanyaan itu sangat menggugah kita untuk merevolusi pendidikan di negeri kita dalam mengubah cara pandang para pelajar mengenai ijazah, tentu semua di mulai dari revolusi budaya dan sistem di negeri kita dalam perekrutan tenaga kerja yang harus mengedepankan kwalitas di banding hanya sekedar simbol belaka.


Menciptakan perubahan dengan mengedepankan kwalitas para pelajar merupakan tantangan para pendidik dan seharusnya pemerintah berperan aktif mengawal para pelajar yang tidak hanya sekedar mempunyai ijazah dalam kelulusan, namun harus mengedepankan kwalitas dan etos kerja yang penuh disiplin dan jauh dari sifat menghalalkan segala cara dalam memperoleh pekerjaan maupun dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga di negeri ini terbebas dari korupsi, kolusi dan penyimpangan berbentuk lain sebagainya. Inilah harapan besar masyarakat di negeri kita dalam membangun memanusiakan manusia yang tidak hanya terjebak dalam simbol, namun lebih jauh dari itu bahwa di negeri kita harus mampu melihat lebih kedalam lagi mengenai pendidikan di Indonesia yang tidak hanya menggantungkan terhadap sebuah simbol belaka.


Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........

Menggugat Eksistensi Ijazah





Banyak para pelajar Berbondong-bondong menempuh pendidikan tinggi dengan tujuan mendapatkan ijazah, karena mereka mempunyai anggapan bahwa ijazah merupakan simbol kesuksessan, bahkan ada yang berasumsi bahwa ijazah merupakan tolak ukur kepandaian seseorang, namun benarkah anggapan seperti itu?........lepas dari anggapan benar atau salah, kita mencoba tengok sistem pemerintahan negeri kita dalam merekrut kepegawaian dan cara perusahaan di negeri kita dalam menerima tenaga kerja, ternyata semua tidak lepas dari keberadaan ijazah.


Melihat realitas diatas menimbulkan pola pikir pelajar di negeri kita yang cenderung instan dalam belajar, sehingga para pelajar cenderung mengejar ijazah sebagai syarat menempuh birokrasi pemerintahan maupun perusahaan yang ada di dalam negeri, bahkan lebih dari itu jual beli ijazah mulai dari S1 sampai S3 terjadi dimana-mana, karena tidak lain dan tidak bukan ijazah sudah menjadi simbol keberhasilan pendidikan dinegeri kita, lalu yang menjadi pertanyaan apakah salah pola pikir pelajar di negeri kita yang cenderung mengejar ijazah?....Sebenarnya pola pikir para pelajar di negeri kita mengedepankan ijazah merupakan hal yang sangat wajar, mengingat budaya di negeri kita yang cenderung memilih simbol di banding kwalitas seseorang dalam melakukan suatu ketepatan dalam bekerja.


Fakta budaya pendidikan di negeri kita lebih cenderung memilih simbol di banding kwalitas dan ini merupakan sesuatu yang sangat memprihatinkan, namun semua itu sudah menjadi budaya masyarakat di negeri kita. di karenakan sistem pemerintahan kita yang cenderung memilih dari segi simbol, di banding kwalitas dalam perekrutan pegawai di pemerintahan maupun kepegawaian di lembaga perusahaan swasta, inilah yang harus menjadi perhatian pemerintah dalam mengubah persepsi tentang sebuah simbol, bahwa kita seharusnya mendahulukan kwalitas di banding simbol belaka.


Keberadaan ijazah merupakan simbol keberhasilan para pelajar, sehingga dengan pola pikir demikian sudah dapat di pastikan budaya instan sangat kental di tengah-tengah pelajar kita yang lebih mementingkan simbol di banding kwalitas diri dalam mempersiapkan menyongsong masa depan, dikarenakan tuntutan yang sudah membudaya di negeri kita, tentu anggapan seperti itu sudah mengakar dalam nafas kehidupan para pelajar di negeri kita.


Pertanyaan terakhir mampukah pelajar kita menghilangkan ketergantungan dari simbol berupa ijazah?.........Pertanyaan itu sangat menggugah kita untuk merevolusi pendidikan di negeri kita dalam mengubah cara pandang para pelajar mengenai ijazah, tentu semua di mulai dari revolusi budaya dan sistem di negeri kita dalam perekrutan tenaga kerja yang harus mengedepankan kwalitas di banding hanya sekedar simbol belaka.


Menciptakan perubahan dengan mengedepankan kwalitas para pelajar merupakan tantangan para pendidik dan seharusnya pemerintah berperan aktif mengawal para pelajar yang tidak hanya sekedar mempunyai ijazah dalam kelulusan, namun harus mengedepankan kwalitas dan etos kerja yang penuh disiplin dan jauh dari sifat menghalalkan segala cara dalam memperoleh pekerjaan maupun dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga di negeri ini terbebas dari korupsi, kolusi dan penyimpangan berbentuk lain sebagainya. Inilah harapan besar masyarakat di negeri kita dalam membangun memanusiakan manusia yang tidak hanya terjebak dalam simbol, namun lebih jauh dari itu bahwa di negeri kita harus mampu melihat lebih kedalam lagi mengenai pendidikan di Indonesia yang tidak hanya menggantungkan terhadap sebuah simbol belaka.


Salam dari kami Jejaring sosial kiber (www.kitaberbagi.com)..........